0

Oleh Setya

Hari ini adalah hari pertama saya mengikuti Interfaith Youth Diversity Cadre Training 2017 yang dilakukan oleh OIKMAS GKI Jawa Timur bersama dengan Gusdurian Jombang. Pagi hari seusai sarapan, kami peserta traning saling berkenalan satu sama lain dengan cara yang berbeda dimana kami harus menggali informasi tentang pasangan yang sudah ditentukan kemudian memperkenalkannya di hadapan semua peserta.

Kemudian dilanjutkan dengan materi identitas diri dan mengukur batas toleransi oleh Aan Anshori dan materi Agama dan Nalar, upaya melintas batas oleh Andreas Kristianto. Selesai materi, kami diminta untuk menuliskan pengalaman mengenai minoritas dan aku.

Berbicara tentang minoritas, saya jadi teringat beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan salah satu teman yang kebetulan seorang gay. Mendengar kisah pedihnya, saya merasa betapa masyarakat dan hukum di negara kita memperlakukan kaum minoritas seperti LGBT dengan kurang manusiawi.

Betapa tidak, temanku bercerita dengan wajah yang sangat sedih, “Kadang aku ngerasa Tuhan itu tidak adil kepadaku dan keluargaku. K alau memang Tuhan itu adil kenapa dia menjadikan keluarga kesusahan sehingga aku harus bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan. Dan kalau emang Tuhan adil, kenapa aku dan kakak kandungku dilahirkan sebagai seorang gay?”

Begitulah kiranya secuil ungkapan yang membuatku merasa terharu dan tergugah atas nama kemanusiaan. Dia juga bercerita sering diolok dan direndahkan dengan kata-kata yang menghina dan tidak enak didengar saat orang-orang yang hetero mendapatinya sedang bersama pasangan yang juga gay.

Jika ditanya, dia merasa ingin hidup nyaman dan dihargai sama seperti yang manusia yang lainnya. Sayangnya tidak demikian, dia merasa tidak bisa berekspresi secara bebas di negara yang mengaku menjunjung tinggi hak berserikat dan berkumpul serta berekspresi.

Dia bahkan merasa hampir tidak pernah berkumpul bersama keluarganya yang notabene keluarga muslim konservatif. Dia merasa bahwa masyarakatnya yang agamis tentu tidak akan menerimanya sebagai seorang gay. Dan bisa dilihat sendiri betapa agama memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat di negara ini. Untuk kesekian kalinya saya merasa ikut terpukul dengan sepenggal kisah seorang temanku itu.

Saya merasa betapa kejam perlakuan yang selama ini diberikan kepada kaum LGBT dengan beragam label dan pandangan miring. Sedangkan mereka juga memiliki keinginan yang sama dengan kita untuk ikut membangun bangsa dan negara ini menjadi lebih baik dan maju. Bagiku, dia adalah orang yang  memiliki potensi meskipun seorang gay. Bahkan, bisa dibilang lebih dariku secara kemampuan.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa ia membutuhkan dukungan yang lain untuk bisa menghilangkan diskriminasi yang terjadi kepada golongannya. Maka ia sangat senang ketika memiliki teman yang mampu mendukung dan membelanya ketika hukum di negara ini masih belum berpihak kepadanya.(*)

Post a Comment

 
Top