0

Oleh: Nabhan Fadlan

Sebut saja si Alfi  terlahir dari keluarga yang sangat relegius dan sangat ramah tamah sehingga dia dirumah sangat nyaman dan bahagia walaupun terlahir dengan kondisi tubuh kurang sempurna, tetapi dia tetap bersyukur pada Sang Kuasa akan hidup yang dia alami saat ini. Orang tuanya si Alfi
sangat sabar dalam mendidik dan merawatnya karena beda dengan saudara-saudaranya yang lain.

Dalam keluarganya si Alfi kadang juga merasa diasingkan oleh kedua kakaknya karena dianggap aneh dan juga kakaknya merasa malu jika mau mengajaknya main keluar. Dengan kondisi cacat fisik yang dialami si Alfi ke dua orang tuanyalah yang selalu menyayanginya. Apapun yang diminta si Alfi pasti dituruti orang tuanya tersebut sehingga ke dua kakaknya merasa tidak ada keadilan buat semua anaknya. Hal ini menyebabkan Alfi dimusuhi kakaknya. Kadang sering main tangan dan sering di hujat dengan kata-kata kotor.

"Dasar anak terlahir cacat, merepotkan lagi, mati ajalah kau," ujar kakaknya. Alfi pun merasa sedih sampai meneteskan air mata dengan berkata, "Hinakah aku ya Allah. Engkau lahirkan aku dengan keadaan cacat seperti ini, jika ini cobaanku untuk menguji kesabaranku demi Ridho-MU aku ikhlas menerimanya," deraian air mata dan berdo'a yang bisa si Alfi lalukan mendengar ledekan kakaknya. Betapa sabar dan tabahnya seorang Alfi yang di uji dengan kondisi fisik cacat seperti itu.

Tahun berlalu Alfi sudah menginjak usia 7 tahun, begitu juga seumuran dengan teman-temannya untuk memulai masuk sekolah sekolah dasar. Orang tuanya memasukkannya ke SDN Kalisari 04 dan sampainya di sekolah orang tua bertanya-tanya untuk memasukkan anaknya di sekolah tersebut. Sayangnya dengan kondisi fisik cacat yang dialami Alfi, sekolah tidak bisa menerimanya. Alasannya, bisa mengganggu teman-temannya saat belajar berlangsung.

Ayah ibunya pun akhirnya memutuskan ingin mendidik anaknya sendiri. Setelah si Alfi tidak mendengar dari ibunya bahwa dia tidak diterima disekolah tersebut Alfi terpukul dan sangat sedih. "Apakah orang seperti saya tidak bisa diterima dimanapun?" ujar si Alfi dalam hati. Tapi tidak sampai sini dia putus asa, dia mulai memberanikan diri untuk bermain bersama teman-teman sebayanya di kampung.

Pada sore hari dia mulai ikut bermain di lapangan tetapi teman-temannya tidak punya respon baik pada si Alfi dianggap aneh dan cacat fisik tidak seperti anak normal lainnya. Si Alfi pun tetap sabar dan menerimanya perlakuan teman-temannya. Tak lama kemudian diapun pulang ke rumah dan cerita sama ibunya. Ibunya pun menyayanginya penuh sabar.

Menurut saya terkait realita diatas sangat diskriminatif dalam lingkup pendidikan dan sosial.

Post a Comment

 
Top