0

Tanggal 26 Juni 2017, kudapati pesan WhatsApp dari temenku PMII Banyuwangi, sebutlah Fina Mawaddah, pesan itu berisikan informasi pendaftaran beasiswa Training Penggaerak Perdamaian dan keberagaman berbasis Komunitas.

Ketertarikanku mulai muncul ketika kubaca informasi dan link di pesan paling bawah. Bagaimana tidak, kegiatan itu melibatkan pemuda se-Jawa timur dan beberapa daerah di luar Jawa timur, uniknya juga melibatkan pemuda lintas iman.

Semakin penasaran, kulanjutkan membaca informasi itu dan ternyata kegiatan itu dilaksanakan pada tanggal 11-14 Juli, bertempat di Klenteng Hong San Kiong Jombang, tempat ibadah kepercayaan Tri Dharma (Tao, Budha, Khonghucu). Akhirnya kuyakinkan diri untuk mendaftar sebagai peserta di acara itu.

Tanggal 6 juli aku kaget penuh kegembiraan, aku mendapat informasi dari panitia bahwa aku lulus menjadi peserta di acara itu mewakili komunitas GUSDURian Bondowoso. akhirnya aku pamit ke kedua orang tuaku untuk mengikuti acara tersebut.

Awal aku pamit ke orang tua, bapakku mengizinkan, tapi yang aneh, ibuku khawatir dan melarangku untuk mengikuti kegiatan itu, bagaimana tidak, keluargaku yang memang tumbuh besar dari keluarga santri dan fanatik terhadap agama islam, khawatir mengingat kegiatan itu bertempat di Klenteng.

Orang tuaku menganggapku sudah mendekat ke agama orang-orang Tionghoa. Begitulah paradigma yang terbangun di banyak masyarakat muslim ketika mempersepsikan klenteng. Maklum lah aku kan orang ndeso hee...

Beberapa menit kujelaskan maksud dan tempat kegiatanku, "Aku mau belajar berbhineka tunggal ika yang aku dapati dulu di sekolah dasar, mi (umi/mi, sebutan kebanyakan kaum santri kepada ibu)," jelasku.

Tempat itu, aku mengatakan ke umikku, dipakai untuk kegiatan saja, dan hanya ingin mencari banyak teman. Spontan, akhirnya ibu mengizinkanku untuk mengikuti acara itu. "Iya gak papa, asal tetap jaga diri, jaga akidah," pesannya penuh kekhawatiran.

Tanggal 10 Juli aku berangkat ke acara itu bersama teman-teman Komunitas dari Jember dan Situbondo. ku berangkat jam 09.00 sampai dilokasi jam 18.00.
Awal aku menginjakkan kaki di kelenteng itu, pikiranku penasaran dan penuh ketakutan. Maklum, ini awal aku masuk klenteng. Akhirnya kulangkah kaki ke dalam klenteng disambut panitia dan mengarahkan ke beberapa peserta yang sudah hadir untuk berkumpul bersama.

Kita mulai diskusi ringan didalam kelenteng itu, saya mulai berkenalan dan ternyata teman-teman peserta berasal dari berbagai daerah se-jawa timur dan berbagai lintas agama (Islam, Kristen, Hindhu, Budha, Katolik, Khonghucu). Disitulah pikiranku mulai menyimpulkan, "Kegiatan ini luar biasa,"

Kulanjutkan beradaptasi dengan lingkungan sekitar, tepat jam 19.00 semua peserta dikerahkan panitia untuk makan malam dirumah salah satu pendeta tak jauh dari lokasi kegiatan. Uniknya, kita diterima dengan santun dan ramah di rumah seorang pendeta itu. Selesai makan malam aku dan teman-teman kembali ke klenteng kemudian istirahat.

Mentari muncul, ku tatap indah arsitektur kelenteng itu penuh takjub. "Perkumpulan semacam ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa, di tengah kondisi Indonesia yang mulai krisis identitas ini, aku berharap perkumpulan semacam ini bisa melakukan sebuah aksi nyata untuk tetap menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan penuh kesantunan dan kedamaian," tutupku.

Post a Comment

 
Top