0

Setelah mengisi formulir beasiswa training penggerak perdamaian berbasis komunitas, perempuan itu benar-benar terpilih menjadi peserta dan dengan lelet nya baru membaca pengumuman penerimaan H-1 kegiatan dimulai.

"Bu, saya mau ke Jombang," perempuan itu berniat pamit dengan orang tua.

"Ngapain ke Jombang?" pertanyaan singkat keluar dari sang ibu

"Ke Kenteng," jawab perempuan itu

"Lah ngapain main ke klenteng?" kini giliran sang bapak menyahut
"Ya masak aku hidup 20 tahun mainnya hanya ke mushollah dan masjid aja," jawab perempuan itu dengan nada geli.

"Wah, habis dah itu pahalamu puasa 1 bulan kemarin," jawab sang bapak tapi juga tetap mengarahkan tangannya untuk disalami sang perempuan, tanda izin pamit diberikan.

Percakapan singkat telah menggiring sang perempuan ini ke terminal bus dan naik angkutan umum seharga 25 ribu rupiah menuju Jombang. Ini adalah pengalaman pertama ia naik bus sendirian, sebuah pengalaman yang sebenarnya menakutkan jika dikaitkan dengan isu kriminalitas yang terjadi di angkutan umum. Setelah kurang lebih 3 jam di jalan, perempuan ini sampai di depan klenteng.

10 Juli 2017, ini merupakan pengalaman pertama perempuan tersebut masuk ke rumah ibadah selain yang biasa ia kunjungi; mushollah dan masjid. Masuk klenteng memberinya perasaan bahwa sesuatu yang baru itu membuat ia terheran-heran; apakah memang selalu seperti ini wangi dan hawa udara sebuah klenteng?

Pertanyaan itu muncul seiring ia berjalan menuju tempat utama acara; di belakang tempat yang ia yakini sendiri sebagai tempat ibadah utama. Saat berjalan ia masih terheran-heran. Dia kira yang ia temui di awal adalah tempat ibadah yang biasa dikunjungi semua orang. Ternyata sepanjang jalan ada sekitar 2 ruang yang diisi patung dan juga hiasan ruangan dengan aroma yang sama.

Sebuah pertanyaan lain muncul dalam benaknya "Lalu ruangan ini untuk apa?"

Sebenarnya banyak pertanyaan muncul di benaknya mengenai klenteng, namun perasaan ingin tahu itu telah menyebabkan ia menginap di klenteng Hong San Kiong Gudo Jombang ini selama 4 hari ke depan yakni mulai tanggal 11 - 14 Juli 2017.

Dalam sesi menginap ini ia akan bertemu dengan banyak orang yang berbeda agama,  mulai dari Islam, Kristen, Khonghucu, Hindu, dan Budha. Dan untuk jamuan pertama yakni galadinner dilakukan di rumah pendeta yang bersebelahan dengan klenteng. Di sana ia dijamu dan diperlakukan selayaknya saudara, diajak bercengkrama dan di beri makanan yang lezat.

Yang perempuan itu harapkan dari kegiatan ini adalah ia dapat benar - benar paham bahwa mengunjungi dan menghormati mereka yang berbeda agama adalah salah satu bentuk upaya memanusiakan manusia, dan yang ia harapakan lagi adalah ia dapat menyaksikan secara langsung bagaimana orang tionghoa itu beribadah di klenteng. dan perempuan itu adalah saya, Ana Fitra.


Oleh Ana Fitra @bungkusoreo

Post a Comment

 
Top