0

Seringkali saya menjadi bingung dan sangat-sangat bingung. Bagaimana bisa, seorang semakin beragama kok semakin jahat. Ngebom di mana-mana, menghujat manusia lain --entah itu sesama agama, apalagi berbeda agama atau keyakinan.

Perenungan itu yang menghantarkanku sampai ke tempat ini, tempat di mana aku banyak belajar  makna beragama dalam keberagaman; menjadi manusia yang memanusiakan manusia meski berbeda agama.

Jika boleh mengakui, inilah saat pertama kali saya menginjakkan kaki di sebuah tempat yang dulu  bagi saya adalah tempat yang “angker”,  tempat yang harus dijauhi dengan alasan berbeda agama. Tempat yang saya maksud adalah Klenteng Hong San Kiong yang berada di kecamatan Gudo Kabupaten Jombang, tempat di mana training penggerak perdamaian berbasis komunitas yang diselenggarakan oleh kawan-kawan Gusdurian Jombang.

Lama acara kegiatan  dijadwalkan akan dilaksakan selama empat hari, dimulai Selasa (11/7) sampai Jum’at (14/7). Hari ini adalah hari pertama, diawal-awal pelaksanaan.

Awal aku bercengkerama dengan banyak manusia berbeda agama yang kebetulan mereka juga adalah peserta pelatihan dari berbagai daerah di Jawa Timur dan di luar Jawa Timur. Agama mereka pun juga beragam, ada yang Kristen, Katholik, Hindu, Budha, bahkan Islam dan lain-lain.

Banyak hal baru yang saya dapatkan dari pencengkeramaan saya dari berbagai agama. Ada satu hal penting yang perlu saya kabarkan kepada kawan-kawanku di luaran sana, khususnya umat Islam, lebih khususnya alumni-alumni pesantren yang saya cintai; bahwa ada pelangi diantara yang berbeda, ada tawa diantara yang berbeda, dan tidak ada yang perlu ditakutkaan meski kita berbeda.

Satu hal yang ternyata selama ini terjadi di dalam umat kita,  yang membuat  umat kita ini (islam) kehilangan kedewasaan beragama adalah kecurigaan yang berlebih, kesimpulan yang terlalu dini, anggapan tanpa pembuktian, bahwa agama lain selain agama kita adalah buruk dan berisi orang-orang buruk yang selamanya kita anggap buruk. Itu keliru.

Kita hanya perlu untuk saling mengenal lebih dekat dengan keterbukaan dan ketulusan  serta kedewasaan akan perbedaan.
Teringat sebuah ungkapan “Seorang yang bodoh tentang sesuatu yang tidak ia lihat (dengan seksama), ia akan menukarnya dengan sesuatu yang dilihatnya (secara sepotong)."

Beragama itu baik tapi akan menjadi tidak benar jika tidak dibarengi dengan kedewasaan beragama (toleransi). Sebab, memaksakan keseragaman merupakan keegoisan yang mengerikan, yang hanya menghasilkan agama berbasis kekerasan (intoleransi). Dan hal itu adalah kesalahan. Mari membenahi diri, mari bertoleransi, kikis keegoisan diri menuju harmoni.

Labud Nahnu Najib, Madiun, peserta Training Penggerak Perdamaian dan Keragaman berbasis Komunitas --diselenggarakan oleh PGI-GUSDURian Jombang-JIAD Jawa Timur 2017.

Post a Comment

 
Top