2

PROLOG. Saat melancong ke Purwokerto sebulan lalu aku bertemu Mas Budi Sun, rohaniawan Khonghucu. Kami cepat akrab karena disatukan banyak nama di jagad perklentengan.

Beberapa temannya adalah temanku. Saat aku diundang makan malam, ia membawa serta pasangan dan dua anaknya, cewek dan cowok. Adiv, yang cowok, bercerita kalau ia tengah berkompetisi merebut posisi ketua OSIS di sekolahnya. Aku menyemangatinya untuk berani maju menembus ketatnya narasi Tionghoa-fobia dua tahun terakhir ini.

"Moyangmu orang pinter dan pemberani. Mereka membangun Nusantara. Kami, yang Jawa ini, punya segudang hutang peradaban pada moyangmu. Majuo Div, meski aku bisa menebak skor akhirnya," kataku sembari tertawa.

Sekitar dua hari lalu, Mas Budi mengabariku perkembangan politik elektoral di sekolahnya Adiv. Seperti yang sudah aku duga, ia dan wakilnya kalah. "Mas, aku tahu Adiv mungkin tengah berduka. Namun Jika ia tak keberatan dan siap, mungkin ia bisa menarasikan pergulatannya saat pemilihan OSIS," pintaku. Narasi memori tersebut, menurutku, akan sangat bermanfaat melengkapi cerita tentang diskursus Tionghoa non-muslim dalam politik identitas di Indonesia.

Mas Budi menyambut baik dan berjanji mendiskusikannya dengan Adiv. Dua hari kemudian, Mas Budi mengirimkan tulisan pendek Adiv yang boleh dipublikasikan.

Berikut ini ceritanya.

Thank
Aan Anshori

-----------

Namaku Adiva Buana Putra Pratama, mataku sipit, kulitku putih, orang bisa dengan mudah memahami bahwa aku keturunan Tionghoa. Aku lahir dan dibesarkan dalam keluarga dengan didikan ajaran Khonghucu.

Aku bersekolah di suatu SMA Negeri paling favorit di sebuah kota kecil bernama Purwokerto, Jawa Tengah. Aku aktif dan gemar dalam bidang organisasi, pada saat smp aku pernah menjabat sebagai ketua OSIS di sebuah SMP swasta yang mayoritas muridnya keturunan Tionghoa.

Tantangan kembali menghampiri diriku, aku dicalonkan sebagai ketua OSIS SMA negeri paling favorit se - Purwokerto yang mana siswa siswinya mayoritas beragama muslim. Aku maju bersama wakilku, teman yang beragama Islam. Sebagai pasangan, kami berdua bersama-sama mempersiapkan semuanya untuk bisa orasi di depan massa pemilih Jumat depan.

Kami mendapatkan nomor urut 1. Sedangkan kompetitor kami berada di nomor urut 2. Mereka berdua merupakan teman dekatku. Keduanya sama-sama muslim.

Singkat cerita, pokoknya kami mempersiapkan semuanya dengan maksimal.

Pada hari pelaksanaan, orasiku berhasil mencengangkan dan memeriahkan seluruh warga SMKku. Banyak yang bilang, orasiku jauh lebih maksimal dan lebih meyakinkan dibanding paslon satunya. Pada sesi debat, aku dan wakilku berhasil memenangkan debat, kami berhasil menjawab pertanyaan dan membungkam lawan kami.

Saat pemghitungan suara selesai, aku dan wakilku kalah. Kami mendapat total 500 suara dan paslon sebelah 650. Mengapa bisa demikian? Salah satu anggota tim suksesku berbicara kepadaku bahwa teman teman dikelasnya memilih berdasarkan persamaan agama, bukan kualitasnya. Teman temannya sadar bahwa aku lebih berkualitas, namun agamaku dan agama mereka beda katanya. Aku hanya bisa tersenyum dan mengelus dada.

Ketika kualitas kalah dengan kuantitas katanya. Aku tidak membawa pusing hal tersebut, karena sejak awal tujuanku menjadi calon ketua OSIS bukan untuk menang. Aku ingin menunjukan bahwa setiap orang di dunia ini memiliki hak dan kesempatan yang sama, tak peduli apapun agamanya dan rasnya. Mungkin ini jalan yang harus kutempuh untuk ikut menyemai benih pluralisme di bumi pertiwi

Sebagai generasi penerus bangsa yang baik, seharusnya kita menghormati perbedaan yang ada, kita harus bisa memanfaatkan perbedaan yang ada sebagai suatu kesempatan. Kesempatan untuk membuat Indonesia semakin maju dan semakin berwarna.

Di empat penjuru lautan kita semua saudara. Apa yang diri sendiri tiada inginkan jangan diberikan kepada orang lain. Itu kata ajaran agamaku. Kalau agama kita tidak ingin dicela, maka jangan mencela agama lain. Semua dimulai dari diri kita sendiri.

Maka dari itu, marilah kita sebagai generasi penerus bangsa yang telah diwariskan obor semangat persatuan dari para pendahulu kita untuk senantiasa melawan ego kita masing masing dan bersatu bersama memajukan Indonesia tercinta!

Post a Comment

  1. Saya salut dengan Adiv.. Teruslah berkarya sekalipun jabatan itu tidak ada padamu...

    ReplyDelete

 
Top