0

Oleh Umdatul Khoirot (Pengasuh PP. Assaidiyyah 2 Bahrul Ulum Tambakberas Jombang)

Kalau kita mendapat nasihat dari seorang ulama, kiyai atau ustadz, itu adalah hal biasa. Juga, kalau kita berteman dengan sesama muslim kemudian kita mendapat kritikan karena ada sesuatu yang tidak benar dalam laku kita atau dilakukan oleh jamaah kita. Maka itupun hal yg wajar. Memang begitulah seharusnya sesama muslim; saling memberikan pesan kebaikan dan kesabaran -watawashou bil haqqi wa tawashou bisshobri.

Kalau kita berteman atau kebetulan mempunyai kenalan seorang non- muslim kemudian dalam sebuah perbincangan kita dengannya terbersit kisah yang menceritakan tentang perilaku seseorang atau sekelompok muslim yang kurang tepat menurut kaca mata mereka atau kacamata sosial kita atau pandangan kearifan secara umum, maka hal tersebut seharusnya kita dengarkan, kita fahami dan kita cerna dengan hati lapang dan fikiran jernih.

InsyaAlloh apa yang diucapkan oleh non muslim tersebut akan bermanfaat bagi kita dan kaum muslimin karena yang mereka sampaikan itu kemungkinan bisa menjadi nasehat, informasi ataupun kritik yang membangun bagi kebaikan kita dan kaum muslimin.

Sebagaimana pernah saya alami dan dengar sendiri bahwa suatu ketika saya diajak anak saya menghadiri makan malam di rumah koleganya  yang non muslim. Sebut saja Tasya. Dia orang asing yang sudah puluhan tahun bekerja d Indonesia sebagai peneliti. Obrolan makan malam kami seputar banyak hal tentang Indonesia --misalnya tentang problem sosial, politik keamanan, kekerasan dan lain-lain.

Tasya cerita tentang Idul Kurban, bahwa pada saat dia bekerja di sebuah daerah di Jawa Timur,  dia diajak seorang pengasuh pesantren di kota di mana dia tinggal untuk melihat proses penyembelihan sapi dan kambing kurban. Daging kurban itu nantinya akan dibagikan ke para santri, kiyai dan masyarakat sekitar pesantren.

Sebagai peneliti yang non muslim, Tasya selalu saja tertarik melihat dan mengamati apa saja yg dilakukan orang muslim/santri untuk lebih mengenal tradisi keagamaan dan sosial di tingkat lokal.

Dalam pengamatannya ada sesuatu yang dilihatnya sebagai kejanggalan, maka dia pun bertanya kepada para santri yang bertugas membagi potongan daging sapi dan kambing tersebut dengan menggunakan bahasa Indonesia yg fasih.
"Maaf mas, boleh bertanya?'
"Boleh"
"Itu pembagian daging kenapa ada yang banyak dan dagingnya pilihan, dan ada yg sedikit. Ada yg daleman dan tulang dan sedikit daging," tanya Tasya.

Santri tersebut menjawab daging yang pertama untuk kiyai sepuh, yang kedua untuk kiyai muda, dan ketiga --yang daleman, lemak dan tulang-- untuk masyarakat sekitar.

"Oh begitu, kenapa dibeda bedakan?" Tasya terus memburu.

"Inilah tradisi pesantren dan bagean dari cara santri menghurmati kiyai dan gurunya," jawab si santri.

"Oh begitu. Oke mas terimakasih atas informasinya".
"Oke," respon santri.

Dialog Tasya drngan santri itu bukan hal yg sederhana, akan tetapi harus kita fahami lebih dari hanya sekedar dialog biasa. Bagi saya dialog ini sesungguhnya merupakan kritik tajam yang ingin Tasya ungkapkan; kenapa membagi daging saja kok dibeda-bedakan? Kok gak disamakan saja? Bukankah kiai sudah biasa makan daging sedangkan orang awam jarang makan daging?

Saat bercerita kepada saya tentang dialog ini, Tasya bercerita sambil ketawa kecil penuh makna sembari mengahiri pembicaraan, "Yang akan dibagi kepada masyarakat sekitar itu boleh dibilang hampir tak ada daging dan tak layak makan karena kebanyakan daleman, lemak dan tulang,"

Antara percaya dan tidak saya mendengarnya sambil nyinyir sy mencoba menjawab sedikit bahwa hal itu sudah lampau dan sekarang tak ada lagi model pembagian membeda-bedakan. Sebab, di pesantren dan sekitarnya sudah sejahtera, banyak daging dan lebih humanis.

Kalau seandainya sampai sekarang masih ada cara penghormatan kiyai dengan cara membedakannya dengan masyarakat umum menurut saya tidak apa apa, akan tetapi wahai santriku, jangan sampai membagi daging kepada masyarakat sekitar yg terdiri dari tulang, lemak dan tulang!

Semoga bermanfaat. Selamat ber-Idul Adha. Salam.

Post a Comment

 
Top