0

Oktavia Kristika Sari

Perayaan kemerdekaan kali ini memang sangat menarik dan unik bagi jemaat Bethany Gudo, Jombang. Gereja yang digembalakan oleh Pdt. Yehezkiel Sukayadi ini memang rutin mengadakan perayaan hari kemerdekaan di gereja.

Rangkaian perayaan telah dimulai sejak Sabtu(12/08/17) dengan kegiatan lomba-lomba bagi kaum pemuda dan remaja, dilanjutkan hari Rabu (16/8) dengan perlombaan bagi jemaat dewasa yang tergabung dalam kelompok-kelompok family altar (FA).

Puncak semangat perayaan ini diselenggarakan pada hari ini minggu (20/8) pukul 17.00 WIB dengan diikuti seluruh jemaat mulai dari anak-anak sekolah minggu hingga jemaat lanjut usia. Nampak seluruh jemaat dan pengurus gereja memakai pakaian yang bernuansa merah putih maupun baju adat Indonesia.

Memang ibadah perayaan kemerdekaan diatur berbeda dari ibadah-ibadah minggu biasa, karna dalam liturgi yang digunakan hanya menggunakan dua lagu rohani, dan sebagian besar yang dinyanyikan adalah lagu-lagu Nasional. Lagu yang mendapat giliran pertama untuk dinyanyikan adalah lagu Rayuan Pulau Kelapa. Tidak ketinggalan lagu Indonesia Raya pun dikumandangkan enuh semangat oleh seluruh jemaat.

Tak ayal membuat haru beberapa jemaat yang menyanyikan dengan segenap hati. Ungkapan dari dalam hati sebagai komitmen tulus seorang berbangsa.

Namun hal yang benar-benar berbeda dari perayaan kemerdekaan dari tahun sebelumnya adalah hadirnya seorang kyai dari lintas agama yaitu Kyai Hamid Bisri. Beliau dengan gayanya seorang muslim yang baik, dan dengan wajah kalem dan tenang menyampaikan beberapa hal pandangan kebangsaan kepada jemaat.

Setelah selesai penyampaian Firman Tuhan oleh Pdt.Yehezkiel, beliau diundang naik ke altar dan disambut dengan sorak tepuk tangan sukacita jemaat. “Bangsa kita seperti sepeda onthel yang melaju untuk mencapai sebuah tujuan," ungkapnya lembut.

Lalu beliau melanjutkan dengan maksud ungkapan yang lebih dalam, “Sepeda itu bisa digunakan jika semua ornamennya lengkap, tidak ada yang hilang satu pun," Tapi menurut beliau bak seorang yang ingin mengambil salah satu ornamen sepeda, ada orang-orang yang juga melihat perbedaan dalam bangsa dan membenturkannya.

Hal ini tentu tidak akan membuat sepeda berjalan dengan baik kembali. “Yang diperlukan adalah cinta dan ketulusan. Dimana ada kedua hal itu yang mengikat satu sama lain maka sepeda akan tetap menjadi sepeda, dan Indonesia akan tetap menjadi Indonesia,” ungkapnya yang disambut tepuk tangan jemaat.

Sebagai seorang yang beragama menurutnya jika setiap orang memperhatikan ajaran agamanya pasti akan dapat memberikan cinta yang saling menjaga. Di akhir penyampaian, beliau mengungkapkan kegembiraannya melihat jemaat yang tersenyum kepadanya dari awal hingga akhir. KH Hamid Bisri menyesal harus meninggalkan ruangan terlebih dahulu.

Bagi saya, sebuah hal baru bukan hanya seorang kyai berdiri di belakang mimbar pendeta melainkan kehangatan cinta yang terpancar dari setiap uangkapan dan tanggapan mereka. Sekalipun acara masih terus berlanjut dengan pembagian hadiah dan perlombaan busana daur ulang, namun ungkapan singkat dari seorang bersarung tersebut pasti mengubah cara dan sudut pandang terhadap ‘saudara lahir dan batin’ sesuai panggilan yang diberikan Kiai Hamid.

Kemerdekaan sejati ketika tidak ada kuk perhambaan yang mengikat dan membatasi setiap orang saling mencintai dengan tulus sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk bekerja bersama mencapai tujuan bangsa.

Post a Comment

 
Top