0

Ratusan anak muda Tionghoa dari berbagai tempat di pulau Jawa melakukan ching bing di pusara Gus Dur komplek pemakaman pesantren Tebuireng Jombang, Sabtu (24/5). Ching Bing merupakan tradisi Tionghoa untuk menghormati leluhur dan tokoh yang dianggap berjasa. 

"Gus Dur adalah sosok sangat penting bagi warga Tionghoa. Kami secara khusus membawa sinci Gus Dur dari klenteng kami di Semarang ke sini," tutur Harianto Halim tokoh Tionghoa dari Semarang. Sinci adalah papan arwah yang biasanya diletakkan di altar klenteng. Hanya sosok terhormat yang diabadikan dalam bentuk sinci. 

Di makam Tebuireng, sinci Gus Dur ditaruh di papan kayu, digotong empat orang dan diarak ratusan warga Tionghoa, sebelum akhirnya ditaruh di dekat pusara Gus Dur. Arak-arakan ini semakin meriah karena diiringi alunan alat musik yang biasa dimainkan bersama barongsai.

Ritual penghormatan arwah Gus Dur dilakukan dengan mengakomodasi kelompok lintas agama. Para tokoh dari Islam, Kristen, Katolik, Buddha dan Khong Hu Cu bergantian memimpin doa di tengah ratusan peziarah Islam yang hadir. 


Uniknya, saat doa dipanjatkan, semua warga Tionghoa menyalakan hio dan mengikuti prosesi dengan khidmat. Setelah berdoa, seluruh peserta menyanyikan lagu ya lal wathan diiringi musik tradisional Tionghoa dan Indonesia Raya. 

"Acara ini bertujuan mengenalkan Gus Dur pada generasi muda Tionghoa. Kami berencana menyelenggarakan ching bing di pusaranya setiap tahun," ujar Toni Harsono, ketua klenteng Gudo yang ikut hadir.

Upacara ching bing diakhiri dengan mengarak sinci Gus Dur keluar makam diringi ratusan warga Tionghoa menuju halaman masjid Ulul Albab.(aan).

Post a Comment

 
Top