0

Oleh Priyo Sambadha

Beberapa hari terakhir, media mainstream maupun media sosial diramaikan dengan berita seputar Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun ini.

Beberepa hari yang lalu masyarakat dikejutkan dengan berita bahwa Prabowo Subianto selaku Ketua Umum Partai Gerindra meminta kesediaan Yenny Wahid sebagai Bakal Calon Gubernur Jawa Timur yang akan diusung oleh Gerindra, PKS dan PAN.

Yenny Wahid akan dimunculkan untuk mengimbangi kedua Paslon yang sebelumnya sudah muncul, yaitu Gus Ipul (GI)-Azwar Anas (AA) dengan Kofifah Indar Parawansa (KIP)-Emil Dardak (ED).

Kita harus akui bahwa ide Prabowo Subianto menggandeng Yenny Wahid itu adalah sebuah langkah yang brilian dan cerdik. Hal ini mengingat baik GI maupun KIP adalah tokoh-tokoh NU yang masing-masing punya basis massa yang kuat di Jawa Timur. Sehingg sangat sulit untuk memunculkan figur yang bisa mengimbangi kekuatan mereka.Dalam kalkulasi politik, Yenny Wahid memang pilihan yang sangat tepat.

Atas tawaran Prabowo itu, Yenny Wahid meminta waktu beberapa hari untuk ‘berfikir’. Dalam masa dua hari Yenny Wahid berfikir itu, reaksi masyarakat beragam.

Yang pasti mereka ramai memperbincangkannya di berbagai media. Baik yang setuju maupun yang tidak setuju jika Yenny Wahid maju sebagai Calon Gubernur Jawa Timur. Berbagai analisa dan argumen dijadikan bahan diskusi dan debat.

Telepon dan WA saya juga dibanjiri berbagai pertanyaan seputar hal ini. Setiap pertanyaan, saya jawab dengan ‘Sabar…, Mbak Yenny masih Istikharah,'

Namun meski begitu, dalam hati kecil saya bisa menebak apa keputusannya nanti. Saya yakin haqul yakin dengan hal ini.

Kenapa begitu…?
Kebetulan, Kersaning Allah, saya mengawal dan mendampingi Mbak Yenny Wahid dalam mengarungi samudera politik praktis yang ‘ganas’ cukup lama.

Sejak PKB masih baik-baik saja sampai rumah politik kebangsaan yang dibangun susah payah oleh Ayahandanya direnggut paksa dari Gus Dur. Gus Dur perlahan disingkirkan dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Syura. Lalu upaya mengambil rumah politik kembali ke Ciganjur tak juga berhasil hingga Gus Dur wafat.

Yang sangat membuat hati ini makin miris, mereka selalu mengaku dan berdalih ke masyarakat bahwa konflik saat itu adalah sebuah rekayasa yang diciptakan oleh Gus Dur sendiri, alias cuma sandiwara. Atas hal ini, mbak Alissa Wahid dengan sedih pernah mengklarifikasi penyesatan opini ini di blog pribadi miliknya.

Lalu perjuangan dilanjutkan oleh Mbak Yenny dengan berusaha sekuat tenaga membangun rumah politik baru untuk meneruskan cita-cita ayahnya. Namun sayangnya beberapa kali upaya sangat berat itu selalu gagal karena dihadang oleh rezim yang sedang berkuasa saat itu.

Kembali ke Laptop..!
Kembali ke Pilgub Jatim.

Hingga akhirnya ketidakpastian soal Pilgub Jawa Timur terjawab sudah tadi malam. Bakda Isya, sekitar pukul 19:30 WIB, setelah Yenny Wahid bertemu dengan Prabowo Subianto, ia mengumumkan keputusannya:

‘Tugas kesejarahan yang saya yakini adalah meneruskan perjuangan Gus Dur untuk menjaga keutuhan umat, terutama umat NU, karenanya, saya harus berdiri mengayomi semua kandidat, bukannya malah terjun ikut bertempur’

Yenny Wahid juga menambahkan bahwa keluarga dan para ulama sesepuh NU tidak mengijinkannya untuk maju sebagai Calon Gubernur Jawa Timur.

Dengan susunan bahasa yang elegan, Yenny Wahid menegaskan bahwa dirinya tidak bersedia ditetapkan sebagai Calon Gubernur jawa Timur.

Plong…!
Begitu rasanya hati saya.

Dari seluruh rangkaian kejadian yang cukup ‘menegangkan’ beberapa hari itu, ijinkan saya menarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:

1. Yenny Wahid sebagai seorang yang istiqomah dengan cita-cita dan perjuangan ayahandanya, Gus Dur. Ia juga memiliki pengendalian diri yang cukup matang terhadap godaan jabatan/kekuasaan.

Kita sudah saksikan sendiri bahwa ada orang-orang yang rela melakukan apa saja; sekali lagi, apa saja, demi untuk meraih jabatan publik. Yenny Wahid membuktikan bahwa ia bukan saja sebagai anak kandung biologis, namun juga anak kandung ideologis dan filosofis dari KH Abdurrahman Wahid.

2. Gus Dur ternyata tidak saja telah berhasil menjadi seseorang yang ‘sukses dalam karier’ dan hidupnya, namun beliau juga telah sukses menjadi seorang ayah yang berhasil mendidik anak-anaknya.

Pasangan Gus Dur dan Bu Nyai Shinta Nuriyah adalah pasangan yang wajib kita jadikan panutan dalam mendidik dan membesarkan anak-anak tercinta kita.

Kita beri nilai 100 untuk Gus Dur dan Nyai Shinta Nuriyah..!

Bayangkan saja, selama ini seluruh empat putri Gus Dur dengan tulus ikhlas bekerja untuk kemaslahatan masyarakat dan bangsa dalam bidang/minat masing-masing.
Mendidik anak-anak kita agar bisa memiliki rasa peduli dan empati terhadap sesama itu tidak mudah. Yang sekarang masih jomblo, suatu saat kelak kalian akan bisa faham apa yang saya maksudkan ini.

Alissa Wahid dengan Jaringan Gusdurian-nya tanpa lelah mendampingi grassroot, gerakan sosial dari desa ke desa. Yenny Wahid istiqomah di aspek politik kebangsaan. Bukan politik praktis yang kerap kali cenderung pragmatis dan transaksional.

Anita Wahid selalu semangat memperjuangkan pemberdayaan masyarakat sipil dan pemberantasan korupsi. Inayah Wahid, putri bontot yang paling ‘ngerock’ dan humoris; sangat maju di gerakan seni dan budaya.

Dan ke empat putri Gus Dur itu selalu dibimbing dan diarahkan oleh ibunya yang juga tidak kalah semangatnya dalam menebar kasih sayang, perdamaian dan kerukunan antar umat.

Asal tahu saja, mampu berhasil baik di luar maupun di dalam rumah itu bukan masalah sepele. Tak terhitung jumlahnya saya saksikan orang-orang yang sangat ‘sukses’ dalam kariernya namun gagal total dalam mendidik keluarga dan anak-anaknya.

3. Kesimpulan saya yang ketiga :
Ternyata Tuhan memang tidak tidur.

Wallahuallam.

Ciganjur, 3 Januari 2018
Priyo Sambadha

Post a Comment

 
Top